Tuesday, August 17, 2010

III. KAIDAH PENELAAHAN ALKITAB (1)

Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu (Maz 119:9)
Alkitab adalah tulisan yang Allah ilhamkan
Semuanya itu terdapat dalam tulisan yang diilhamkan kepadaku oleh TUHAN, yang berisi petunjuk tentang segala pelaksanaan rencana itu (1 Taw. 28:19),
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.(2 Tim. 3:16).
Pondasinya adalah lubuk hati Allah sendiri, yang mendasari setiap nas, yang menghidupi setiap ayat, yang menopang setiap kitab. Rahasia Penenelaahan Alkitab (PA), dengan demikian, terletak di dalam mencari dan menemukan lubuk hati Allah dalam apa yang kita baca; mendengar hati Allah berbicara dengan hati kita, Roh Allah dengan roh kita, supaya pengertian kita akan Firman, dan hidup kita mentaatinya, menjadi sejalan dan selaras atau serasi dengan keseluruhan Alkitab, hidup kita menjadi suatu kesaksian bagi-Nya dan kemuliaan bagi nama-Nya. Jadi, ini hanya dapat anda lakukan, tiada lain, dengan tuntunan Roh Kudus saja.

1. Disiplin Kaidah Penelaahan
Sementara itu anda harus menerapkan kaidah penelaahan Alkitab dengan sungguh dan benar. Suatu metoda PA atau prosedur PA tertentu biasanya dirancang untuk menemukan tujuan tertentu atau memecahkan masalah tertentu, tetapi kaidah atau azas-azas adalah universal. Adalah mungkin memakai metoda yang baik tetapi karena keliru atau kurang dalam pemahaman azas yang mendasarinya, tanpa disadari telah mengabaikan salah satu azas dimaksud.

Ada banyak metoda PA yang berbeda, seperti penelaahan watak, penelaahan tokoh, penelaahan kitab, penelaahan pasal, penelaahan ayat, penelaahan kata, penelaahan tema, penelaahan topik, menelusuri Alkitab dalam setahun, dan lain-lain. Namun ada azas-azas universal yang mendasari setiap metoda yang baik. Jika anda belajar sampai paham betul menerapkannya, anda dijamin akan matang dalam menangani nas Kitab Suci. Jika anda mengabaikan salah satu azas atau keliru menerapkannya, tak ada metoda yang akan berhasil bagi anda.

Bukan saja azas-azas tersebut berlaku sama bagi setiap metoda, tetapi juga bagi setiap tingkat penelaahan, kepada setiap orang, secara pribadi atau berkelompok, dan kepada setiap bagian nas Kitab Suci. Dan satu-satunya alasan utama untuk belajar menguasai azas-azas adalah bahwa anda akan dituntun dengan pasti dan cepat menemukan lubuk hati Allah.

Bagaimana menelaah Alkitab untuk menemukan apa artinya, dan di balik halaman tercetak menemukan hati Allah? Anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat! Setiap kali selalu mengacu pada kaidah penelaahan Alkitab yang dimaksud di atas, yang terdiri dari tiga azas. Azas pertama adalah menangkap dan memahami apa yang sebenarnya penulis katakan kepada pembacanya semula─ pertanyaannya: “Apa katanya?” “Apa artinya?”—diajukan pada tahap pengamatan. Azas kedua adalah bahwa pemahaman atau tafsiran tersebut haruslah sejalan dan selaras, tidak menyimpang atau sumbang dengan apa yang dikatakan di bagian lain Alkitab—pertanyaannya: “Apakah dia sejalan dan selaras?”—diajukan pada tahap pengamatan & penafsiran. Azas ketiga adalah bahwa anda sendiri pun harus sejalan dan selaras dengan Allah—pertanyaannya: “Apakah saya sejalan dan selaras?”— diajukan pada tahap penafsiran & penerapan.

2. Azas Pertama: “Apa Katanya?”
Hanya sedikit orang yang dengan hanya sekali baca saja mampu menangkap aliran pikiran dalam paragraf kompleks. Apalagi kebanyakan pembagian pasal dalam Alkitab ternyata tidak merefleksikan satuan-satuan pikiran seperti halnya dengan panjangnya. Dan dalam kebanyakan kitab terdapat aliran pikiran yang tak terputus mulai dari awal sampai akhir. Maka kita perlu membaca cermat berulang-ulang, terus menerus menanyakan diri pertanyaan-pertanyaan untuk memastikan kita memahami apa yang kita baca.

Disiplin atau jurus ini disebut penelaahan induktif, dan tujuannya adalah membantu kita menjawab sepenuhnya atau selengkapnya pertanyaan, “Apa katanya?” Sekali gus pertanyaan ini juga akan menjawab pertanyaan, “Apa artinya?” Karena jika kita pasti bahwa kita tahu persis apa yang Alkitab sebenarnya katakan, maka kita pun tahu apa artinya. Karena Allah, Sang Penulis, sangat berkemauan mengatakan apa yang Ia maksud. Maka penafsiran Alkitab pada intinya mulai dan berakhir dengan pertanyaan, “Apa katanya?” Pertanyaan kedua dan ketiga, yaitu azas kedua dan ketiga, dimaksudkan untuk memperdalam dan menegaskan (atau membetulkan) jawaban kita kepada pertanyaan pertama.

Menjawab pertanyaan apa katanya dilakukan dengan menerapkan dua jurus tertib, yaitu tertib tanggap dan tertib pandang.


Tertib tanggap.  Tertib tanggap menjaga atau memaksa anda hanya menangkap atau menanggap apa yang ada di depan mata anda, tidak lebih tidak kurang, bukan apa yang ingin anda tangkap. Bergandengan tangan dengan ini tertib pandang membantu anda memahami sebaiknya arti harfiah dari apa yang dikatakan Alkitab, karena membantu menemukan apa yang penting/berarti.

Maka langkah utama pertama dalam memahami Alkitab adalah mengetahui bahwa anda tahu apa yang sebenarnya dikatakan. Jurus penelaahan yang efektif untuk membantu anda memenuhi jurus tertib tanggap dan nanti menentukan arti harfiah yang tepat dari apa yang anda baca, adalah penelaahan induktif yang dimaksud di atas.

Penelaahan induktif mencakup pembacaan berturut-turut pada tiga tingkat berbeda:
· a. Pembacaan sambil lalu, mencatat terutama hal-hal yang cenderung anda perhatikan secara pribadi pada pembacaan pertama--hasilnya bisa berbeda dari temuan orang lain.

· b. Penyelidikan, pada pembacaan ulang mencoba mencatat setiap hal yang penting atau menentukan yang dapat dikenal, dan menganalisa hubungan logis di antara hal-hal yang diamati. Kuncinya adalah kemampuan anda mengenal mana di antaranya adalah pengamatan yang benar-benar penting--kemungkinan besar hasilnya bisa sama dengan temuan orang lain.

· c. Penyamaan dengan penulis, seolah anda berusaha keras mengomunikasikan atau mengajarkan hal yang sama--berusaha memahami sepenuhnya apa yang sebenarnya penulis coba nyatakan, dengan cara mengolah dan mencerna dalam hati dan pikiran semua fakta yang ditemukan pada kedua tingkat pertama; inilah tujuan akhir penelaahan induktif.

Setelah pembacaan sambil lalu selesai dan pengamatan awal dicatat, tantangan pada tingkat berikutnya adalah membuat setiap pengamatan penting yang dapat kita lakukan dari apa yang kita telaah. Cara paling efektif melakukan pengamatan-pengamatan tersebut adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat mengenai cuplikan nas atau perikop. Semua pertanyaan ini harus membantu menjawab pertanyaan dasar, “Apa katanya?”

Di antaranya: Siapa menulis kepada siapa? Jelaskah dinyatakannya tujuan penulisannya? Apakah kecenderungan emosional dari tulisan? Apakah berubah di tempat lain? Adakah struktur yang jelas nyata (bukan berdasarkan pembagian bab)? Apakah butir pokok utama? Apakah kesimpulannya? Apakah gerak nalar menuju kesimpulan? Apakah struktur logis dari kitab tersebut? Adakah agaknya klimaks tunggal atau titik balik dalam kitab tersebut? Adakah pengulangan gagasan, frasa atau kata tertentu? Kapan pertama kali terjadi, dan kapan terakhirnya? (Ini dapat memberi petunjuk kepada struktur). Apakah tema kitab? Apakah setiap kalimat menyumbang kepada tema, atau adakah bagian yang agaknya tak cocok? (Bagian yang agaknya tak cocok layak mendapat penelaahan khusus!). Pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan membantu membuat banyak pengamatan berguna, tetapi harus lanjut lagi menanyakan lebih spesifik berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut, jadi, pertanyaan, pengamatan, pertanyaan baru, terus berulang.
Penelaahan induktif telah memperkecil jurang antara apa yang tertulis dengan apa yang tertangkap. Tetapi masih ada hambatan lain, yaitu hambatan akibat penerjemahan dari bahasa asli penulisan ke bahasa yang dipakai membacanya. Selain perbedaan bahasa, juga ada perbedaan budaya dan sejarah. Maka pakailah berbagai terjemahan Alkitab, kamus Alkitab, dan konkordans yang baik.

Tertib pandang. Penelaahan induktif bersama dengan alat-alat penerjemahan, kamus Alkitab dan konkordans yang diperlukan, memungkinkan kita menentukan arti harfiah yang tepat dari apa yang Alkitab katakan. Lalu bergandengan tangan dengan tertib tanggap adalah tertib pandang. Jurus tertib ini membantu kita sebaiknya memahami arti harfiah yang Alkitab katakan.

Tertib pandang mencakup unsur-unsur:
· a. Mempercayai Alkitab apa adanya; bandingkan Yohanes 3:12,
“Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal sorgawi?”
Kadang-kadang sulit bagi kita mengukur dalamnya kenyataan di seberang dunia alami. Tetapi ada kenyataan rohani, kerajaan Allah yang Yesus katakan “sudah dekat padamu” (Luk. 10:9)
dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.
--maka gunakanlah pikiran bersama roh anda untuk memahami hal rohani dalam menemukan kebenaran dan menempatkannya pada perspektif yang layak.

· b. Memusatkan perhatian dalam nas Kitab Suci pada kegiatan hati; pergumulan dalam hati seseorang adalah jauh lebih menentukan dari pada keadaan yang menjadi penyebab kemelutnya. Contoh ketika Daud bersembunyi dalam gua dan Daniel berada dalam kandang singa, keduanya betul-betul tak berdaya dan hanya berseru kepada Tuhan untuk menyelamatkannya--dengan memusatkan perhatian pada pergumulan hati manusia, maka kita dapat mengikuti sedekatnya penyataan Allah dalam Alkitab, dan dengan demikian akan terungkap pula hati Allah.

· c. Mengenal lingkungan akrab si penulis: geografi, politik, dan kebiasaan setempat--rujuklah pada peta/atlas Alkitab.

· d. Menangani sesuai hakikatnya tulisan perlambangan (simbolis), 1) perumpamaan/amsal, 2) kiasan atau alegori hidup, dan 3) penglihatan nubuatan--pernyataan kebenaran yang ada dalam daerah jangkauan rohaniah yang tak mudah atau tak ingin dinyatakan dalam istilah alamiah; contoh:

1) perumpamaan/amsal: Matius 13:24-30, 36-43
24 Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. 25 Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. 26 Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. 27 Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu? 28 Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? 29 Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. 30 Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku."
36 Maka Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-murid-Nya datang dan berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di ladang itu." 37 Ia menjawab, kata-Nya: "Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; 38 ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat. 39 Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. 40 Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. 41 Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. 42 Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.43 Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"
(perumpamaan tentang lalang di antara gandum), yang penting di sini adalah interpretasinya, sedangkan ceriteranya sendiri bisa saja fiksi;

2) kiasan atau alegori hidup: Galatia 4:22-26, 29-5:1
22 Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang menjadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? 23 Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh karena janji. 24 Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar--25 Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab--dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya. 26 Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita.
29 Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini. 30 Tetapi apa kata nas Kitab Suci? "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu." 31 Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka. 5:1 Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
(kiasan/alegori hidup yang membedakan Hagar dan Sara), ceriteranya faktual tetapi mempunyai arti simbolik/perlambangan (Hagar melambangkan hukum Perjanjian Lama, Sara melambangkan Perjanjian Baru;

3) penglihatan nubuatan: Wahyu 1:12-17
12 Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas. 13 Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas. 14 Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan mata-Nya bagaikan nyala api. 15 Dan kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah. 16 Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik. 17 Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir,
(penglihatan nubuatan yang menunjuk pada Yesus dan ke tujuh jemaat), di sini kode-kode simbolik digunakan untuk menggambarkan hal-hal surgawi, karena tak dapat dinyatakan dengan hal-hal duniawi.

Ke dua jurus tertib tanggap dan tertib pandang tersebut sangat membantu menemukan jawaban atas pertanyaan dasar, “Apa katanya?” yang sekali gus akan menjawab “Apa artinya?” Tetapi jawaban yang diperoleh disini masih harus lulus ujian berikut dengan ujian azas kedua dan ketiga.
IMS 100817

No comments:

Post a Comment