SORGA DI TANGAN, JANGAN LEPAS
(Renungan pada pertemuan OM* tanggal
11 November 2007)
Pendahuluan
Prolog
Seperempat
abad yang lalu dalam perjalanan dari Jakarta ke Medan, di atas pesawat DC9
“Woyla” Garuda Indonesia, setelah baru saja tanda kenakan safety belt dipadamkan, setelah tinggal landas dari transit di
Palembang, suasana dalam pesawat menjadi begitu mencekam dan menegangkan, serta
mencemaskan hati. Lima orang teroris, asal Kota Maksum, Medan, membajak pesawat
yang saya tompangi tersebut.
Masih pada
permulaan pembajakan, tiba-tiba begitu saja timbul niat saya mau menyanyikan
lagu “Tuhan Allah hadir dalam rumah ini”, yang sering kami nyanyikan di SMA
Nasrani, Medan, setiap kali kami dibariskan berdiri di depan kelas
masing-masing pada Senin pagi sebelum memulai pelajaran. Maka saya nyanyikanlah
dalam hati; tetapi karena baris ke-2 dan seterusnya saya tak hapal, lalu saya
ganti dengan kata-kata doa. Berselang waktu kemudian tiba-tiba saya teringat pula
akan suatu ayat yang berbunyi, “Jika
Allah di pihak kita siapa yang kita takutkan”, padahal aslinya berbunyi, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang
akan melawan kita (Rom 8:31)?” Kemudian tiba-tiba muncul pula dalam pikiran
saya, “Kalaupun ini adalah perjalan terakhir dalam hidup saya, pasti Allah akan
menjaga anak-istri yang saya tinggalkan,” sehingga saya pun merasa damai di
hati dan tenang-tenang saja.
Sekali-sekali
salah seorang pembajak menanyakan beberapa penumpang yang dilewatinya ketika
sedang mondar mandir, “Apa agamamu?” Semua menjawab, “Islam”. Sayapun merasa
khawatir, apalalah jawab saya, apakah yang sebenarnya atau berbohong. Sayapun berusaha
menghindari tatapannya. Akhirnya giliran saya tiba juga, ketika saya disuruh
membersihkan lantai gang di depan pintu toilet depan yang menjadi becek. Saya melap
secara menunduk membungkuk di pinggang, sambil tangan kiri menopang pada
dinding toilet. Rupanya dari kejauhan terlihat bahwa di jari tangan saya masih
terpasang cincin. Selesai ngepel saya dipanggil ke belakang untuk
menyerahkannya dan saya ditegor kenapa tak menyerahkannya tadi sewaktu
digeledah. Saat itu saya pun ditanya apa agama saya. Ternyata spontan saja saya
menjawab, “Kristen,” tanpa merasa khawatir sedikit pun.
Lama bertahun-tahun
kemudian barulah saya sadari, bahwa dorongan menyanyi, berkata benar, serta
teringat akan ayat Firman adalah karya Roh Kudus dalam saya. Yang saya dengar
adalah suara Allah. Dan waktu itu saya mendengar
dan mengindahkannya. Padahal waktu itu kehidupan beragama saya taklah dapat
dikatakan saleh.
Pembacaan Firman & Berdoa
Doa: Mz 119:18, 14 “Singkapkanlah
mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu.” “Atas
petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta.”
Bacaan
Firman: Ibrani 3:7-19
7Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus:
"Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, 8janganlah
keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, 9di
mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka
melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. 10Itulah
sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati,
dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, 11sehingga Aku bersumpah dalam
murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku."
12Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara
kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh
karena ia murtad dari Allah yang hidup. 13Tetapi nasihatilah seorang
akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini",
supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya
dosa. 14Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja
kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang
semula.
15Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari
ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam
kegeraman", 16siapakah mereka yang membangkitkan amarah Allah,
sekalipun mereka mendengar suara-Nya? Bukankah mereka semua yang keluar dari
Mesir di bawah pimpinan Musa? 17Dan siapakah yang Ia murkai empat
puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa dan yang mayatnya
bergelimpangan di padang gurun? 18Dan siapakah yang telah Ia
sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka
yang tidak taat? 19Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat
masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka.
Ayat Kunci: Ayat 14
Karena kita telah beroleh bagian
di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada
keyakinan iman kita yang semula.
Alternatif Pilihan Judul
Binasa karena Murtad (Alkitab LAI)
Setia sampai mati (Wah 2:10c)
Sorga di tangan, jangan lepas (pilihan)
Tema Utama
Murtad meninggalkan iman semula, akibat tidak mau mendengar suara Allah dan tidak taat,
karena keras hati, tidak akan masuk
surga!
Uraian
Belajar dari Pengalaman Bangsa Israel
Perikop ini mengajak
kita belajar dari pengalaman bangsa Israel, dalam perjalanan dari pemerdekaan
menuju tanah perjanjian. Setelah Allah membebaskan bangsa ini dari perbudakan
di tanah Mesir, mereka terpaksa mengembara di padang gurun selama 40 tahun,
akibat dari ketidakpercayaan mereka akan janji Allah. Sebagian besar dari
generasi tua, yang murtad, mati dalam pengembaraan tersebut, tidak ikut memasuki
tanah perjanjian. Mereka mencobai Allah
dengan jalan menguji-Nya, sekalipun
mereka melihat perbuatan-perbuatan-Nya empat puluh tahun lamanya. Sehingga Allah
pun murka kepada angkatan itu, dan berkata: “Selalu
mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga Aku
bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan
masuk ke tempat perhentian-Ku" (ay. 10-11).Mereka membangkitkan amarah
Allah, sekalipun mereka mendengar
suara-Nya. Maka Allah memurkai mereka empat puluh tahun lamanya. Yaitu mereka
yang berbuat dosa serta tidak taat, sehingga mayatnya
bergelimpangan di padang gurun. Dan telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk
ke tempat perhentian-Nya. Demikianlah mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan
mereka (ay. 8-11, 16-19).
Jadi, kita
lihat Allah murka sehingga mereka tidak masuk perhentian-Nya, karena murtad
berbuat dosa dan tidak taat, karena tidak percaya, sekalipun telah mendengar
suara Allah dan melihat perbuatan-perbuatan-Nya, karena selalu sesat hati dan
tak mengenal jalan Tuhan.
Introspeksi Diri
Dari perikop
ini ternyata orang percaya juga bisa murtad —bukan saja karena ganti “merk” (ay.12)—; surat Kitab
Ibrani ini ditujukan kepada orang Yahudi yang telah percaya! Lebih jelas dan tegas
lagi tertulis dalam Lukas 8:13 bahwa yang murtad itu “ialah orang, yang setelah mendengar
firman itu, menerimanya dengan
gembira, tetapi mereka itu tidak berakar,
mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad—ganti “merk”.”
Inipun bisa
terjadi pada kita! Nah, kalau begitu jangan-jangan tanpa kita sadari kita pun sudah
murtad. Mari kita introspeksi diri sebentar.
Murtad di
sini adalah murtad dari Allah yang hidup
(ay. 12), meninggalkan iman semula
(Luk 8:13). Namun yang murtad lagi, tidak mungkin bertobat. Ibrani 6:4-6
berkata: Sebab mereka yang pernah
diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah
mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah
dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak
mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka
menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.
Dalam teks
perikop ini kita lihat mengapa atau bagaimana seseorang sampai murtad. Terutama
adalah tidak mau mendengar suara
Allah. Karena keras hati (ay.8; Mz
95:8), sesat hati, tidak mengenal jalan
Tuhan (ay. 10; Mz 95:10), atau tegar
hati (ay. 13).
Kita lihat
di sini, bahwa hal murtad itu terkait dengan tiga serangkai iman – pendengaran – hati. “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat
seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup”
(ay.12). Dan “Karena kita telah beroleh
bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya
pada keyakinan iman kita yang semula”
(ay. 14). “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan
hatimu seperti dalam kegeraman pada
waktu pencobaan di padang gurun” (ay. 7,8; Mz 95:7,8). Lebih lanjut lagi “Iman timbul dari pendengaran, dan
pendengaran oleh firman Kristus” (Rom 10:17).
Pendengaran
dalam hal ini adalah pendengaran yang dengan hati, bukan yang dengan pikiran
berdasarkan logika (akal), ataupun perasaan, seperti yang tertulis dalam Kisah
Rasul 28:24-27: “Ada yang dapat
diyakinkan oleh perkataannya, ada yang tetap tidak percaya. Maka bubarlah
pertemuan itu dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka. Tetapi Paulus masih
mengatakan perkataan yang satu ini: "Tepatlah firman yang disampaikan Roh
Kudus kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi Yesaya: Pergilah kepada
bangsa ini, dan katakanlah: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak
mengerti, kamu akan melihat dan melihat,
namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar,
dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar
dengan telinganya dan mengerti
dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.”
Jadi, supaya
tidak murtad teguhkan iman dengan memelihara dan merawatnya dengan melihat dan
mendengar dengan hati. Tetapi bukan hati yang menebal dan telinga yang berat
mendengar sehingga tidak mengerti, dan bukan pula dengan mata yang melekat
tertutup sehingga tidak menanggap. Akibatnya adalah tidak percaya. Maka,
perhatikan keterkaitan tiga serangkai iman – pendengaran − hati.
Dari
pengalaman kita lihat, bahwa perjalanan hidup seseorang memang sangat
ditentukan oleh keadaan hatinya. Karena boleh dikatakan, hati adalah tempat
segala macam hal yang menentukan kehidupan iman seseorang. Ada berbagai macam
hal yang berguna, seperti: sukacita
(Kis 2:26), kasih (Mark
12:30,33)—yang terutama mau mengampuni (!), perenungan
(Mz 19:15), ketaatan (Rom 6:17), kerelaan hati memberi (2 Kor 9:7), pikiran—berpikir dalam hati (Mar 2:8), buah pikiran (Mat 9:4), dan keinginan (Rom 10:1). Tetapi juga
banyak macam-macam sampah, seperti: perzinahan
(Mat 5:28), , kebimbangan (Mark
11:23), ketakutan (Yes 35:4), kebencian (Im 19:17), keinginan akan kecemaran atau nafsu percabulan
(Rom 1:24), kejahatan (Mz 28:3), ketinggian hati (Ams 16:5), kecenderungan berontak (Yer 5:23), dan kegelisahan (Yoh 14:1).
Maka
perlulah hati kita dibersihkan atau dibaharui, di-regenerasi atau apa yang
dikatakan sebagai lahir baru. Bahkan bagi orang percaya, yaitu orang yang lahir
baru, sesungguhnya Roh Kudus sudah berdiam dalam hati. Maka berserahlah pada
pengendalian Roh Kudus, karena pembaruan tersebut tak dapat jadi, kalau hanya
dari diri sendiri saja (a.l. Wah 2:17). Jadi hendaklah hidup penuh dengan Roh
(Ef 5:18)
Apa
hasilnya? Hati yang diperbaharui adalah: bersih
(Mz 73:1), suci (Mat 5:8), lapang hati (Mz 119:32), diterangi –pengetahuan (2 Kor 4:6), bijak (Ams 10:8), siap−mantap (Mz 57:7), berkata-kata
atau berpikir dalam hati (Mz 4:4), tidak
bercela (Mz 101:2), lunak menyesal
(2 Raj 22:19), terus menerus berdoa
(1 Sam 1:12,13), gembira dan tulus hati
(Kis 2:46), dan penuh sukacita karena
Tuhan (1 Sam 2:1).
Dengan
demikan, penanggapan dari hati yang diperbaharui, adalah: percaya dengan hati (Rom 10:10), menjaga hati dengan segala kewaspadaan (Ams 4:23), mengasihi Allah dengan segenap hati (Mat
22:37), menguduskan Kristus dalam hati
(1 Pet 3:15), melayani Allah dengan sepenuh
hati (Ul 26:16), hidup setia di
hadapan Allah dengan segenap hati (1 Raj 2:4), dan mempercayai Tuhan dengan segenap hati (Ams 3:5). Segenap hati,
karena sudah 100% bersih!
Nah, sudah
bagaimana hasil introspeksi kita, sudah bagaimana keadaan hati kita. Masihkah
memerlukan lagi pembaruan, ataukah sudah prima? Baiklah, kita lanjutkan tentang
pendengaran.
Di atas
telah dikatakan, iman timbul dari
pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rom 10:17). Dalam hal ini mendengar adalah dalam arti mengindahkan
suaraNya (Yoh 10:3), percaya
kepada-Nya (Yoh 5:24), dan membukakan
pintu bagiNya (Wah 3:20). Jadi, jika
kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu (Ibr 3:7,8). Tetapi percaya dengan hati (Rom10:10), percaya dengan segenap hati (Ams 3:5), siap hati melakukan (Mz 57:7), dengan hati suci (Mat 5:8), dan hati bijak (Ams 10:8), dengan berkata-kata (merenungkan) dalam hati (Mz 4:4), dan terus menerus berdoa (1 Sam 1:12,13).
Jangan mendengar tapi tidak melakukan
(Yoh 12:47).
Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! (Mat 11:15). Ini adalah suatu perintah. Seperti
juga Allah perintahkan, ketika Yesus diurapi sewaktu dibaptis oleh Yohanes
Pembaptis di sungai Yordan, "Inilah
Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Mat 17:5). Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar,
tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah (Yak 1:19).
Tetapi perintah sekali gus juga janji. Mendengar
perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, kata Yesus pula, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak
turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yoh
5:24). Jikalau ada orang yang mendengar
suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan
bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. (Wah 3:20). Karena
itu jangan sampai ‘Tentang hal itu banyak
yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah
lamban dalam hal mendengarkan’ (Ibr 5:11).
Unsur-unsur yang perlu untuk mendengar, ialah: perhatian
penuh (Neh 8:2-4), percaya kepada Dia
(Rom 10:14), yakin (Kis 2:37), dan cara mendengar yang membeda-bedakan dengan
bijaksana dan hati-hati (Luk 8:18).
Dengan
demikian reaksi anda yang mendengar,
akan menjadi: cepat tanggap (2 Sam
7:17-29), bertobat (2 Sam 12:12,13),
dan bergembira, lalu menjadi
mempercayainya (Kis 13:48), serta menyelidiki
Kitab Suci (Kis 17:11). Bukan: penolakan
(Kis 28:23-29), bukan pembangkangan
dengan tidak melakukan (Yeh 33:30-33), ataupun menentang, menolak untuk menuruti (Kis 7:51-54), serta mengundurkan diri (Yoh 6:60-66).
Nah, sekarang
coba kita introspeksi lagi, bagaimana cara kita mendengar selama ini apakah
sudah benar atau belum?
Sekarang
mari kita teruskan lebih lanjut tentang murtad. Apa akibat yang akan kita alami
bila murtad. Dalam perikop ini sudah disebut hati jahat dan tidak percaya
(ay. 12). Akibat lainnya adalah: terpisah
dari Allah (Ef 4:18), dilahirkan
dalam dosa (Yoh 3:6), jahat dalam
hati (Mat 15:19), menyeleweng dan
suka menentang, berbuat buruk atau
jahat (Rom 3:12-16), terikat pada
atau menjadi hamba dosa (Rom 6:19), terikat
pada atau dalam perhambaan Iblis (Ibr 2:14,15), mati dalam dosa (Kol 2:13), buta
rohani (Ef 4:18), suatu pun tidak ada
yang suci padanya, karena baik akal
maupun suara hati mereka najis (Tit 1:15). Dan parahnya pula lagi ‘sekalipun engkau mencuci dirimu dengan air
abu, dan dengan banyak sabun, namun noda kesalahanmu tetap ada di depan mata-Ku’
(Yer 2:22)—dari diri sendiri tak akan mampu melakukannya. Jadi, apa solusinya: hanya Allah yang dapat mengubah atau membersihkan
(Yoh 3:16).
Bagaimana Supaya Tidak Murtad
Kalau begitu
apa yang seharusnya kita lakukan supaya tidak sampai murtad. Dari perikop ini
kita dapat pelajari: supaya kita hidup dalam persekutuan dengan sesama orang
percaya. Dalam persekutuan ini, supaya kita waspada
jangan sampai ada seorangpun yang hatinya jahat dan tidak percaya karena murtad
dari Allah yang hidup (ay. 12). Untuk itu marilah kita saling menasehati, supaya jangan ada yang tegar hati karena tipu daya
dosa (ay. 13). Dan secara pribadi atau bersama-sama kita berpegang teguh pada keyakinan iman kita
semula (ay. 14). Dalam hal ini adalah mustahil kita dapat jalan sendiri. Karena
itu, baiklah kita berserah pada pimpinan dan kuasa Roh Kudus, d.p.l. hidup penuh dengan Roh (Ef. 5:18). Apa lagi, sebagai
orang-orang percaya kitapun telah menerima pengurapan dari Roh Kudus.
Hidup Penuh dengan Roh (Ef 5:18)
Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena
anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh (Ef. 5:18). Dipenuhi Roh adalah pengendalian yang
Roh Kudus lakukan atas kita. Membiarkan Dia sedemikian rupa memenuhi kita
sehingga apa saja yang kita pikirkan dan lakukan dipengaruhi atau dikendalikan
oleh-Nya. Pengertiannya adalah identik dengan apa yang kita artikan dengan
dipenuhi amarah, dipenuhi ketakutan, dipenuhi kesedihan, dipenuhi kasih, dipenuhi
penyesalan, dipenuhi kecemburuan, dan lain-lain.
Prasyaratnya, adalah:
1) Harus orang Kristen, ia harus lahir baru, jadi, Roh
Kudus berdiam dalam dirinya.
2) Hanya untuk orang-orang Kristen yang ingin dipenuhi dan mau berserah ke bawah kendali-Nya. Bahwa Roh Kudus berdiam atau
hadir dalam kita, tidaklah sama dengan dipenuhi Roh.
Sifat dasar yang harus kita penuhi, kita harus:
1) Berpusatkan
Kristus, memusatkan hidup
kita pada Kristus; Ia harus menjadi titik fokus pikiran dan cita-cita kita, dalam
segala hal yang kita lakukan kita harus sadar mengikuti tauladan-Nya.
2) Berada
dalam Firman, melewatkan
waktu dalam Firman Allah, teratur ber-Saat Teduh dan ber-PA, menghapal
ayat-ayat sedemikian rupa sehingga pikiran dipenuhi dengan kebenaran dan
kehendak-Nya, sehingga cuplikan Alkitab secara otomatis muncul dalam pikiran
kita ketika menghadapi berbagai situasi hidup; membiarkan Firman Kristus diam
dengan segala kekayaannya dalam kita. Baca Alkitab, telaah, diajari olehnya,
taati perintahnya, biarkan memperbaiki kelakuan anda.
3) Bersikap
tunduk, patuh pada Alllah
dan Firman-Nya, menyerah dan tunduk, mengaku dosa, peka pada pimpinan Roh, dan
4) Berkeyakinan, bahwa Allah telah melakukan bagian-Nya, bila
kita telah melakukan bagian kita, yaitu ke tiga sifat dasar pertama. Ia telah
menjawab anda dengan mememenuhi anda dengan Roh Kudus-Nya. Anda tidak perlu
ragu apakakah anda cukup rohani untuk dipenuhi Roh, tak perlu membanding diri
dengan orang-orang percaya lain, tak perlu terus mencari tanda-tanda
mengagumkan dari sorga, dan tak perlu menunggu
perasaan sangat girang menggelenyar melanda anda.
Jadi, hidup dalam Roh adalah hidup yang berkeyakinan dalam Allah.
Berdasarkan
Efesus 5:19-21, seseorang yang dipenuhi dengan Roh Kudus akan mengetahuinya
karena empat bukti dalam hidupnya: persekutuan
penuh sukacita (ay. 19), pujian
sepenuh hati (ay. 19), kesyukuran
berlimpah ruah (ay. 20), dan ketaatan
penuh khidmat (ay. 21). Seseorang yang dipenuhi dengan Roh Kudus adalah rendah hati, lemah lembut, dan penurut,
ia tidak angkuh, agresif, atau
menonjolkan diri. Rasa hormat pada Kristus adalah sumber kerendahan hatinya.
Dalam suratnya kepada Jemaat Galatia, Paulus menunjukkan bahwa hidup
seseorang yang dipenuhi Roh akan ditandai oleh sembilan ciri moral yang ia
sebut “buah Roh” (Gal 5:22,23), yaitu:
1) Kasih, sikap yang menggerakkan kita menempatkan Allah dan yang lain lebih
dahulu dari kita sendiri; Roh mendorong kita memberi, melayani, dan mengampuni.
2) Sukacita, roh kesenangan hati yang berakar dalam iman kita
diungkapkan melalui nyanyian.
3) Damai sejahtera, ketenteraman dalam diri yang berasal dari Allah.
4) Kesabaran, kesabaran untuk lama menderita di tengah-tengah keadaan
sulit, dan dalam hubungan kita dengan orang sulit.
5) Kemurahan, mempraktekkan Aturan Emas memperlakukan orang lain
sebagaimana kita mengharapkan mereka memperlakukan kita..
6) Kebaikan, kelakuan terbuka, jujur, murni, dan dermawan.
7) Kesetiaan, kita dapat dipercaya dan diandalkan dalam semua hubungan
kita.
8) Kelemahlembutan, kelembutan roh yang memampukan menertibkan orang lain
dengan pantas, menanggung penyiksaan dengan ramah, dan bersaksi kepada orang
lain dengan peka.
9) Penguasaan diri, sifat yang memberikan kita pengendalian atas keinginan
kita, terutama yang berhubungan dengan tubuh.
Jika Roh Kudus menghasilkan ke sembilan sifat moral ini
dalam hidup anda, anda adalah dipenuhi-Roh.
Jika Yesus saja memerlukan tergantung semata-mata pada Roh Kudus dalam
hidup dan pelayan-Nya di sini di atas bumi, masakan kita boleh memberikan
kurang? Artinya tidak 100% bergantung pada-Nya.
Kesimpulan
Karena
Kristus hidup dalam kita sebagai orang percaya, kita bisa bertahan tetap berani
dan berpengharapan sampai akhir. Kita bukan diselamatkan karena kita mantap dan
teguh dalam iman kita, tetapi keberanian dan harapan kita menyingkapkan bahwa
iman kita adalah nyata. Tanpa kesetiaan yang bertahan ini, kita akan mudah
terombang ambing diembuskan oleh angin godaan, ajaran sesat, atau penyiksaan.
Dalam banyak
tempat, Alkitab mengingatkan kita supaya tidak “mengeraskan” hati kita. Ini
artinya dengan keras kepala menempatkan diri kita melawan Allah sehingga kita
tak bisa lagi berbalik meminta pengampunan. Orang Israel menjadi keras kepala
ketika mereka tidak mematuhi perintah Allah menaklukkan tanah perjanjian.
Berhati-hatilah dalam mematuhi Firman Allah, dan jangan biarkan hati anda
menjadi keras.
Hati kita
akan berpaling dari Allah yang hidup ketika kita dengan keras kepala menolak
mempercayai Dia. Jika kita bersikeras dalam ketidakpercayaan kita, Allah
akhirnya akan meninggalkan kita sendirian dalam dosa kita. Memang Allah bisa
memberi kita hati yang baru, keinginan baru, dan roh baru (Yeh 36:22-27). Kalau,
masih bisa bertobat!? Kalau, mau mendengar suara-Nya! Tetapi, bakal sulit (Ibr
6:4-6)! Untuk menghindari mempunyai hati yang tak percaya, tetaplah dalam
persekutuan dengan orang-orang percaya lain, bicara tiap hari tentang iman
bersama anda, waspada akan tipuan dosa (memang ia menarik, tetapi juga
membinasakan), dan saling mendukung dan mendorong satu sama lain dengan kasih
dan perhatian (ay. 12,13).
Orang Israel
gagal memasuki tanah perjanjian karena mereka tidak percaya akan perlindungan
Allah, dan mereka tidak percaya bahwa Allah akan membantu mereka menaklukkan
para raksasa negeri itu. Maka Allah mengirim mereka berkelana di padang gurun
selama 40 tahun. Ini adalah alternatif tak menggembirakan ketimbang pemberian menakjubkan
yang Ia telah rencanakan bagi mereka. Kekurang-percayaan dalam Allah selamanya
akan menghindari kita menerima yang terbaik dari pada-Nya.
Penutup & Berdoa
Epilog
“Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai
rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh
berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan” (Ibr 3:6).
“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam
dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan
jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan
pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di
hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang
kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab” (Ibr 4:12, 13).
Doa Penutup
“Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku
jangan berdosa terhadap Engkau”
(Mz 119:11).
IMS
*) OM : Persekutuan
Kasih Keluarga Besar Pomparan Ompu ni Mastur