Kesaksian lisan dalam acara HUT-75 IMS tgl 29/12/10
BAPAKU DI SURGA MENYERTAIKU
(Fil
4:4-7; Yoh 15:4-5)
Kesaksian tertulis, dengan judul “Belajar dari Pengajaran
Orangtua”, telah tercantum dalam buku acara. Berikut ini disampaikan secara
lisan pengembangannya dan penerapannya yaitu aspek lainnya dalam hidup saya
sehari-hari. Dalam kesaksian pertama disampaikan, bahwa apa adanya diriku tidaklah
lepas dari bentukan pengajaran-pengajaran yang kuperoleh dari orangtuaku, baik
orangtuaku kandung semasa hidup mereka maupun orangtua surgawiku sepanjang
hidupku.
Tema utama kesaksian lisan ini adalah: Keyakinan bahwa Tuhan
Allah adalah Bapaku di surga. Dalam hal ini, aspek lain pengalaman hidup yang paling
menonjol, selain dalam kesaksian tertulis “Belajar dari Pengajaran Orangtua”. Akan
saya berikan sekarang secara singkat beberapa contoh pengalamanku akan
penyertaan Tuhan dalam hidupku.
Pertama, yang sangat berkesan
adalah pengalaman tersandera tanggal 28 Maret 1981, pukul 10.10 WIB, dalam
perjalanan dari Jakarta ke Medan, di atas pesawat DC9 “Woyla” Garuda Indonesia.
Yaitu tak kuatir, yakin Bapa di surga yang jaga aku. Segera setelah tersandera
kunyanyikan dalam hati lagu “Tuhan Allah hadir dalam rumah ini”, dari Nyanyian
Rohani no ?, lagu yang sering kami nyanyikan pada apel pagi ibadah singkat
setiap hari Senin sebelum mulai pelajaran dalam kelas masing-masing, di SMA
Nasrani di Jl Padangbulan (sekarang jl Kapt Patimura). Karena tak hapal teks
lagu, mulai baris dua dst saya nyanyikan secara humming, kemudian segera ganti dengan kata-kata doa. Sebagai follow-up, tidak lama kemudian saya
teringat suatu ayat firman Tuhan berbunyi “Jika Allah bersama kita siapa yang kita
takutkan”, padahal bunyi yang sebenarnya, tertulis dalam Roma 8:31b, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” Ketika penyandera
mengatakan pesawat akan diterbangkan ke Libia melalui Kairo, timbul pula
keyakinanku, dan kudoakan, kalaulah ini perjalanan terakhir dalam hidupku bahwa
Tuhan akan menjaga anak-istriku yang kutinggalkan. Sayapun merasa damai di hati
dan tenang-tenang saja. Kemudian salah seorang dari penyandera, sambil
menggenggam granat mondar mandir di gang di antara barisan penompang, bertanya
kepada beberapa orang apa agamanya; semua menjawab “Islam”. Sayapun cemas
apalah jawab saya nanti. Ternyata secara spontan saya menjawab yang sebenarnya,
tanpa merasa khawatir sedikitpun.
Lama bertahun-tahun kemudian barulah saya sadari, setelah
saya mulai paham akan pekerjaan Roh Kudus dalam diri setiap orang percaya,
bahwa dorongan bernyanyi, teringat akan ayat firman, yakin akan pemeliharaan Allah terhadap keluarga
yang ditinggal, serta berkata benar apa agama yang dianut, adalah karya Roh
Kudus dalam diri saya. Yang saya dengar adalah suara Allah. Dan waktu itu saya mendengar dan mengindahkannya, artinya
secara spontan mematuhinya, meyakininya, mempercayainya dan melakukannya, bukan
hanya sekedar mendengarnya saja.
Ke dua adalah menerima ketidak sembuhan dari strook, yaitu tidak
kecewa walau saya doakan berkali-kali pada awalnya. Sudah hampir 11 tahun sejak
kejadian masih tetap bersemangat, tetap melakukan sendiri, walau dengan susah
payah dan menjadi lambat, selalu cari akal bagaimana supaya berhasil, pantang
menyerah (kecuali tentunya yang tak mungkin, yaitu apa yang harus dilakukan
dengan tangan kiri, tak bisa dengan gigi atau kaki).
Dalam pada itu, sementara masih dirawat inap di RS Siloam,
segera setelah saya boleh duduk masih di atas tempat tidur, saya terdorong
untuk mengarang lagu. Bagaimana caranya sudah pernah saya baca dari beberapa
buku yang saya beli dengan cara serupa. Maka kupraktekkanlah dengan bantuan
laptop yang selalu saya bawa dalam kunjungan inspeksi ke pabrik-pabrik sebagai
konsultan ketika terserang strook tersebut di Pakanbaru. Dalam laptop ada
program menulis, memainkan, dan mecipta musik tanpa perlu memakai instrumen
musik benaran. Hasilnya terciptalah lagu berdasarkan nas Mazmur 128 “Berkat
atas rumah tangga”. Lagu ini satu-satunya yang pernah saya cipta sendiri, sejak
11 tahun lalu.
Ke tiga, pengalaman hidup lainnya, selama masih aktif
sebelum pensiun: tak kejar pangkat atau jabatan. Mulai sebagai Staf Bagian
Teknologi, lalu Kepala Bagian Teknologi, setingkat di bawah Direksi, kemudian
Inspektur Teknik/Teknologi, sedikit di atas Kabag. Pernah di-imingi jabatan
Direktur, namun saya tolak saran supaya beri upeti. Sebaliknya juga saya tolak
timbun kekayaan melalui upeti suap.
Ke empat tak khawatir finansial biaya hidup, tak perlu kejar
suapan, merasa cukup dengan apa yang ada, tak ambil peluang sambung masa aktif
sebagai tenaga honorer setahun-setahun, dll. Setahun sebelum pensiun, setelah
merenungnya, berketetapan akan lanjut memulai masa pensiun dengan apa yang ada,
yaitu mengolah dan mengelola sebidang tanah ladang. Tetapi ternyata langsung
pula ada tawaran jadi konsultan. Dalam hal ini saya tak konsekuen, karena ini
sama saja terima peluang perpanjang pensiun, sebab masih bidang serupa dengan
apa yang saya geluti semasa aktif. Mungkin ketidak konsekuenan inilah, dengan perkataan
lain tanpa pertimbangan secara iman, bahwa usaha ladang secara full time akan sama atau bahkan lebih hasilnya,
berakibat kena strook! Pengelolaan ladang pun akibatnya kurang waktu alias
terlantar, dan setelah strook pun payah ke ladang!
Terakhir, walau sepertinya terkena hukuman dengan strook,
sebaliknya terobati dengan apa yang ku dapat kemudian. Bapa di surga memang masih
tetap memelihara kami. Setelah kena strook, peluang mendalami Firman pun
semakin terbuka. Sehari setelah kembali berada di rumah, setelah sebulan
dirawat inap di RS Gleneagles Siloam di Karawaci, Tangerang, saya masuk kamar
kerja saya melintas di depan lemari buku. Terlihatlah sebuah buku yang judulnya
segera menarik perhatianku. Kuambil, kubuka, ternyata isinya kumpulan bahan
diskusi PA terbitan ...... Buku ini sudah lama saya beli dengan sisa uang jalan
sewaktu melakukan perjalan dinas ke luar negeri, tetapi belum pernah sempat
saya baca. Setelah saya baca beberapa bab pertama, saya terpikir untuk
menterjemahkannya. Mula-mula untuk bacaan keluarga, lalu meluas menjadi untuk
bacaan keluarga besarku pomparan Ompu ni Mastur, terakhir meningkat pula
menjadi bacaan anggota Jemaat GKPI Medan Kota. Saya perlihatkan contoh
terjemahannya dan buku aslinya kepada pendeta O. Pasaribu, yang segera
menyetujuinya. Demikianlah setiap minggu terbit satu bab dan dibagikan Minggu
pagi di gereja. Seluruhnya selama hampir dua tahun. Kemudian lanjut dengan
menterjemahkan bahan-bahan yang saya peroleh dari internet, terbitan Radio Bible
Class. Karena lebih panjang, terbitnya setiap bulan atau satu setengah bulan.
Terakhir meningkat lagi dengan terbitan buku penuntun PA, hasil olahan dari
sejumlah buku-buku, yang saya peroleh dengan cara dan kesempatan sama seperti
di atas.
Tersusunlah buku PA yang cetakan ke-3 nya setelah revisi
ulang dibagikan tadi. Berisi prosedur ilmiah, yang berlaku universal untuk
melakukan penelitian atau penelaahan tulisan-tulisan ilmiah. Yang terdiri dari
tiga tahapan: 1) pengamatan = apa faktanya; 2) penafsiran = apa katanya; 3) penerapan
= apa relevansinyadalam hidupku sekarang = apa yg mau saya lakukan
segera/skarang. Suatu prosedur universal = bisa diterapkan pd
pengajian/pendalaman Kitab Suci lain, buku-buku tuntunan hidup dll.