Saturday, April 20, 2013

SORGA DITANGAN, JANGAN LEPAS



SORGA DI TANGAN, JANGAN LEPAS

(Renungan pada pertemuan OM* tanggal 11 November 2007)

Pendahuluan

Prolog
Seperempat abad yang lalu dalam perjalanan dari Jakarta ke Medan, di atas pesawat DC9 “Woyla” Garuda Indonesia, setelah baru saja tanda kenakan safety belt dipadamkan, setelah tinggal landas dari transit di Palembang, suasana dalam pesawat menjadi begitu mencekam dan menegangkan, serta mencemaskan hati. Lima orang teroris, asal Kota Maksum, Medan, membajak pesawat yang saya tompangi tersebut.
Masih pada permulaan pembajakan, tiba-tiba begitu saja timbul niat saya mau menyanyikan lagu “Tuhan Allah hadir dalam rumah ini”, yang sering kami nyanyikan di SMA Nasrani, Medan, setiap kali kami dibariskan berdiri di depan kelas masing-masing pada Senin pagi sebelum memulai pelajaran. Maka saya nyanyikanlah dalam hati; tetapi karena baris ke-2 dan seterusnya saya tak hapal, lalu saya ganti dengan kata-kata doa. Berselang waktu kemudian tiba-tiba saya teringat pula akan suatu ayat yang berbunyi, “Jika Allah di pihak kita siapa yang kita takutkan”, padahal aslinya berbunyi, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita (Rom 8:31)?” Kemudian tiba-tiba muncul pula dalam pikiran saya, “Kalaupun ini adalah perjalan terakhir dalam hidup saya, pasti Allah akan menjaga anak-istri yang saya tinggalkan,” sehingga saya pun merasa damai di hati dan tenang-tenang saja.
Sekali-sekali salah seorang pembajak menanyakan beberapa penumpang yang dilewatinya ketika sedang mondar mandir, “Apa agamamu?” Semua menjawab, “Islam”. Sayapun merasa khawatir, apalalah jawab saya, apakah yang sebenarnya atau berbohong. Sayapun berusaha menghindari tatapannya. Akhirnya giliran saya tiba juga, ketika saya disuruh membersihkan lantai gang di depan pintu toilet depan yang menjadi becek. Saya melap secara menunduk membungkuk di pinggang, sambil tangan kiri menopang pada dinding toilet. Rupanya dari kejauhan terlihat bahwa di jari tangan saya masih terpasang cincin. Selesai ngepel saya dipanggil ke belakang untuk menyerahkannya dan saya ditegor kenapa tak menyerahkannya tadi sewaktu digeledah. Saat itu saya pun ditanya apa agama saya. Ternyata spontan saja saya menjawab, “Kristen,” tanpa merasa khawatir sedikit pun.
Lama bertahun-tahun kemudian barulah saya sadari, bahwa dorongan menyanyi, berkata benar, serta teringat akan ayat Firman adalah karya Roh Kudus dalam saya. Yang saya dengar adalah suara Allah. Dan waktu itu saya mendengar dan mengindahkannya. Padahal waktu itu kehidupan beragama saya taklah dapat dikatakan saleh.
Pembacaan Firman & Berdoa
Doa: Mz 119:18, 14 “Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu.” “Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta.”
Bacaan Firman: Ibrani 3:7-19
7Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, 8janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, 9di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya. 10Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, 11sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku."
12Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. 13Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa. 14Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.
15Tetapi apabila pernah dikatakan: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman", 16siapakah mereka yang membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suara-Nya? Bukankah mereka semua yang keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa? 17Dan siapakah yang Ia murkai empat puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa dan yang mayatnya bergelimpangan di padang gurun? 18Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka yang tidak taat? 19Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka.
Ayat Kunci: Ayat 14
Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula.
Alternatif Pilihan Judul
Binasa karena Murtad (Alkitab LAI)
Setia sampai mati (Wah 2:10c)
Sorga di tangan, jangan lepas (pilihan)
Tema Utama
Murtad meninggalkan iman semula, akibat tidak mau mendengar suara Allah dan tidak taat, karena keras hati, tidak akan masuk surga!

Uraian

Belajar dari Pengalaman Bangsa Israel
Perikop ini mengajak kita belajar dari pengalaman bangsa Israel, dalam perjalanan dari pemerdekaan menuju tanah perjanjian. Setelah Allah membebaskan bangsa ini dari perbudakan di tanah Mesir, mereka terpaksa mengembara di padang gurun selama 40 tahun, akibat dari ketidakpercayaan mereka akan janji Allah. Sebagian besar dari generasi tua, yang murtad, mati dalam pengembaraan tersebut, tidak ikut memasuki tanah perjanjian. Mereka mencobai Allah dengan jalan menguji-Nya, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Nya empat puluh tahun lamanya. Sehingga Allah pun murka kepada angkatan itu, dan berkata: “Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalan-Ku, sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku" (ay. 10-11).Mereka membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suara-Nya. Maka Allah memurkai mereka empat puluh tahun lamanya. Yaitu mereka yang berbuat dosa serta tidak taat, sehingga mayatnya bergelimpangan di padang gurun. Dan telah Ia sumpahi, bahwa mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Nya. Demikianlah mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka (ay. 8-11, 16-19).
Jadi, kita lihat Allah murka sehingga mereka tidak masuk perhentian-Nya, karena murtad berbuat dosa dan tidak taat, karena tidak percaya, sekalipun telah mendengar suara Allah dan melihat perbuatan-perbuatan-Nya, karena selalu sesat hati dan tak mengenal jalan Tuhan.
Introspeksi Diri
Dari perikop ini ternyata orang percaya juga bisa murtad —bukan saja karena ganti “merk” (ay.12); surat Kitab Ibrani ini ditujukan kepada orang Yahudi yang telah percaya! Lebih jelas dan tegas lagi tertulis dalam Lukas 8:13 bahwa yang murtad itu “ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtadganti “merk”.”
Inipun bisa terjadi pada kita! Nah, kalau begitu jangan-jangan tanpa kita sadari kita pun sudah murtad. Mari kita introspeksi diri sebentar.
Murtad di sini adalah murtad dari Allah yang hidup (ay. 12), meninggalkan iman semula (Luk 8:13). Namun yang murtad lagi, tidak mungkin bertobat. Ibrani 6:4-6 berkata: Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.
Dalam teks perikop ini kita lihat mengapa atau bagaimana seseorang sampai murtad. Terutama adalah tidak mau mendengar suara Allah. Karena keras hati (ay.8; Mz 95:8), sesat hati, tidak mengenal jalan Tuhan (ay. 10; Mz 95:10), atau tegar hati (ay. 13).
Kita lihat di sini, bahwa hal murtad itu terkait dengan tiga serangkai iman – pendengaran – hati. “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup” (ay.12). Dan “Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula” (ay. 14). “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun” (ay. 7,8; Mz 95:7,8). Lebih lanjut lagi “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rom 10:17).
Pendengaran dalam hal ini adalah pendengaran yang dengan hati, bukan yang dengan pikiran berdasarkan logika (akal), ataupun perasaan, seperti yang tertulis dalam Kisah Rasul 28:24-27: “Ada yang dapat diyakinkan oleh perkataannya, ada yang tetap tidak percaya. Maka bubarlah pertemuan itu dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka. Tetapi Paulus masih mengatakan perkataan yang satu ini: "Tepatlah firman yang disampaikan Roh Kudus kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi Yesaya: Pergilah kepada bangsa ini, dan katakanlah: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.”
Jadi, supaya tidak murtad teguhkan iman dengan memelihara dan merawatnya dengan melihat dan mendengar dengan hati. Tetapi bukan hati yang menebal dan telinga yang berat mendengar sehingga tidak mengerti, dan bukan pula dengan mata yang melekat tertutup sehingga tidak menanggap. Akibatnya adalah tidak percaya. Maka, perhatikan keterkaitan tiga serangkai iman – pendengaran − hati.
Dari pengalaman kita lihat, bahwa perjalanan hidup seseorang memang sangat ditentukan oleh keadaan hatinya. Karena boleh dikatakan, hati adalah tempat segala macam hal yang menentukan kehidupan iman seseorang. Ada berbagai macam hal yang berguna, seperti: sukacita (Kis 2:26), kasih (Mark 12:30,33)—yang terutama mau mengampuni (!), perenungan (Mz 19:15), ketaatan (Rom 6:17), kerelaan hati memberi (2 Kor 9:7), pikiran—berpikir dalam hati (Mar 2:8), buah pikiran (Mat 9:4), dan keinginan (Rom 10:1). Tetapi juga banyak macam-macam sampah, seperti: perzinahan (Mat 5:28), , kebimbangan (Mark 11:23), ketakutan (Yes 35:4), kebencian (Im 19:17), keinginan akan kecemaran atau nafsu percabulan (Rom 1:24), kejahatan (Mz 28:3), ketinggian hati (Ams 16:5), kecenderungan berontak (Yer 5:23), dan kegelisahan (Yoh 14:1).
Maka perlulah hati kita dibersihkan atau dibaharui, di-regenerasi atau apa yang dikatakan sebagai lahir baru. Bahkan bagi orang percaya, yaitu orang yang lahir baru, sesungguhnya Roh Kudus sudah berdiam dalam hati. Maka berserahlah pada pengendalian Roh Kudus, karena pembaruan tersebut tak dapat jadi, kalau hanya dari diri sendiri saja (a.l. Wah 2:17). Jadi hendaklah hidup penuh dengan Roh (Ef 5:18)
Apa hasilnya? Hati yang diperbaharui adalah: bersih (Mz 73:1), suci (Mat 5:8), lapang hati (Mz 119:32), diterangi –pengetahuan (2 Kor 4:6), bijak (Ams 10:8), siap−mantap (Mz 57:7), berkata-kata atau berpikir dalam hati (Mz 4:4), tidak bercela (Mz 101:2), lunak menyesal (2 Raj 22:19), terus menerus berdoa (1 Sam 1:12,13), gembira dan tulus hati (Kis 2:46), dan penuh sukacita karena Tuhan (1 Sam 2:1).
Dengan demikan, penanggapan dari hati yang diperbaharui, adalah: percaya dengan hati (Rom 10:10), menjaga hati dengan segala kewaspadaan (Ams 4:23), mengasihi Allah dengan segenap hati (Mat 22:37), menguduskan Kristus dalam hati (1 Pet 3:15), melayani Allah dengan sepenuh hati (Ul 26:16), hidup setia di hadapan Allah dengan segenap hati (1 Raj 2:4), dan mempercayai Tuhan dengan segenap hati (Ams 3:5). Segenap hati, karena sudah 100% bersih!
Nah, sudah bagaimana hasil introspeksi kita, sudah bagaimana keadaan hati kita. Masihkah memerlukan lagi pembaruan, ataukah sudah prima? Baiklah, kita lanjutkan tentang pendengaran.
Di atas telah dikatakan, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rom 10:17). Dalam hal ini mendengar adalah dalam arti mengindahkan suaraNya (Yoh 10:3), percaya kepada-Nya (Yoh 5:24), dan membukakan pintu bagiNya (Wah 3:20). Jadi, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu (Ibr 3:7,8). Tetapi percaya dengan hati (Rom10:10), percaya dengan segenap hati (Ams 3:5), siap hati melakukan (Mz 57:7), dengan hati suci (Mat 5:8), dan hati bijak (Ams 10:8), dengan berkata-kata (merenungkan) dalam hati (Mz 4:4), dan terus menerus berdoa (1 Sam 1:12,13). Jangan mendengar tapi tidak melakukan (Yoh 12:47).
Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar! (Mat 11:15). Ini adalah suatu perintah. Seperti juga Allah perintahkan, ketika Yesus diurapi sewaktu dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Mat 17:5). Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah (Yak 1:19). Tetapi perintah sekali gus juga janji. Mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, kata Yesus pula, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yoh 5:24). Jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. (Wah 3:20). Karena itu jangan sampai ‘Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan’ (Ibr 5:11).
Unsur-unsur yang perlu untuk mendengar, ialah: perhatian penuh (Neh 8:2-4), percaya kepada Dia (Rom 10:14), yakin (Kis 2:37), dan cara mendengar yang membeda-bedakan dengan bijaksana dan hati-hati (Luk 8:18).
Dengan demikian reaksi anda yang mendengar, akan menjadi: cepat tanggap (2 Sam 7:17-29), bertobat (2 Sam 12:12,13), dan bergembira, lalu menjadi mempercayainya (Kis 13:48), serta menyelidiki Kitab Suci (Kis 17:11). Bukan: penolakan (Kis 28:23-29), bukan pembangkangan dengan tidak melakukan (Yeh 33:30-33), ataupun menentang, menolak untuk menuruti (Kis 7:51-54), serta mengundurkan diri (Yoh 6:60-66).
Nah, sekarang coba kita introspeksi lagi, bagaimana cara kita mendengar selama ini apakah sudah benar atau belum?
Sekarang mari kita teruskan lebih lanjut tentang murtad. Apa akibat yang akan kita alami bila murtad. Dalam perikop ini sudah disebut hati jahat dan tidak percaya (ay. 12). Akibat lainnya adalah: terpisah dari Allah (Ef 4:18), dilahirkan dalam dosa (Yoh 3:6), jahat dalam hati (Mat 15:19), menyeleweng dan suka menentang, berbuat buruk atau jahat (Rom 3:12-16), terikat pada atau menjadi hamba dosa (Rom 6:19), terikat pada atau dalam perhambaan Iblis (Ibr 2:14,15), mati dalam dosa (Kol 2:13), buta rohani (Ef 4:18), suatu pun tidak ada yang suci padanya, karena baik akal maupun suara hati mereka najis (Tit 1:15). Dan parahnya pula lagi ‘sekalipun engkau mencuci dirimu dengan air abu, dan dengan banyak sabun, namun noda kesalahanmu tetap ada di depan mata-Ku’ (Yer 2:22)—dari diri sendiri tak akan mampu melakukannya. Jadi, apa solusinya: hanya Allah yang dapat mengubah atau membersihkan (Yoh 3:16).
Bagaimana Supaya Tidak Murtad
Kalau begitu apa yang seharusnya kita lakukan supaya tidak sampai murtad. Dari perikop ini kita dapat pelajari: supaya kita hidup dalam persekutuan dengan sesama orang percaya. Dalam persekutuan ini, supaya kita waspada jangan sampai ada seorangpun yang hatinya jahat dan tidak percaya karena murtad dari Allah yang hidup (ay. 12). Untuk itu marilah kita saling menasehati, supaya jangan ada yang tegar hati karena tipu daya dosa (ay. 13). Dan secara pribadi atau bersama-sama kita berpegang teguh pada keyakinan iman kita semula (ay. 14). Dalam hal ini adalah mustahil kita dapat jalan sendiri. Karena itu, baiklah kita berserah pada pimpinan dan kuasa Roh Kudus, d.p.l. hidup penuh dengan Roh (Ef. 5:18). Apa lagi, sebagai orang-orang percaya kitapun telah menerima pengurapan dari Roh Kudus.
Hidup Penuh dengan Roh (Ef 5:18)
Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh (Ef. 5:18). Dipenuhi Roh adalah pengendalian yang Roh Kudus lakukan atas kita. Membiarkan Dia sedemikian rupa memenuhi kita sehingga apa saja yang kita pikirkan dan lakukan dipengaruhi atau dikendalikan oleh-Nya. Pengertiannya adalah identik dengan apa yang kita artikan dengan dipenuhi amarah, dipenuhi ketakutan, dipenuhi kesedihan, dipenuhi kasih, dipenuhi penyesalan, dipenuhi kecemburuan, dan lain-lain.
Prasyaratnya, adalah:
1)      Harus orang Kristen, ia harus lahir baru, jadi, Roh Kudus berdiam dalam dirinya.
2)      Hanya untuk orang-orang Kristen yang ingin dipenuhi dan mau berserah ke bawah kendali-Nya. Bahwa Roh Kudus berdiam atau hadir dalam kita, tidaklah sama dengan dipenuhi Roh.
Sifat dasar yang harus kita penuhi, kita harus:
1)      Berpusatkan Kristus, memusatkan hidup kita pada Kristus; Ia harus menjadi titik fokus pikiran dan cita-cita kita, dalam segala hal yang kita lakukan kita harus sadar mengikuti tauladan-Nya.
2)      Berada dalam Firman, melewatkan waktu dalam Firman Allah, teratur ber-Saat Teduh dan ber-PA, menghapal ayat-ayat sedemikian rupa sehingga pikiran dipenuhi dengan kebenaran dan kehendak-Nya, sehingga cuplikan Alkitab secara otomatis muncul dalam pikiran kita ketika menghadapi berbagai situasi hidup; membiarkan Firman Kristus diam dengan segala kekayaannya dalam kita. Baca Alkitab, telaah, diajari olehnya, taati perintahnya, biarkan memperbaiki kelakuan anda.
3)      Bersikap tunduk, patuh pada Alllah dan Firman-Nya, menyerah dan tunduk, mengaku dosa, peka pada pimpinan Roh, dan
4)      Berkeyakinan, bahwa Allah telah melakukan bagian-Nya, bila kita telah melakukan bagian kita, yaitu ke tiga sifat dasar pertama. Ia telah menjawab anda dengan mememenuhi anda dengan Roh Kudus-Nya. Anda tidak perlu ragu apakakah anda cukup rohani untuk dipenuhi Roh, tak perlu membanding diri dengan orang-orang percaya lain, tak perlu terus mencari tanda-tanda mengagumkan dari sorga, dan tak perlu menunggu  perasaan sangat girang menggelenyar melanda anda.
Jadi, hidup dalam Roh adalah hidup yang berkeyakinan dalam Allah.
Berdasarkan Efesus 5:19-21, seseorang yang dipenuhi dengan Roh Kudus akan mengetahuinya karena empat bukti dalam hidupnya: persekutuan penuh sukacita (ay. 19), pujian sepenuh hati (ay. 19), kesyukuran berlimpah ruah (ay. 20), dan ketaatan penuh khidmat (ay. 21). Seseorang yang dipenuhi dengan Roh Kudus adalah rendah hati, lemah lembut, dan penurut, ia tidak angkuh, agresif, atau menonjolkan diri. Rasa hormat pada Kristus adalah sumber kerendahan hatinya.
Dalam suratnya kepada Jemaat Galatia, Paulus menunjukkan bahwa hidup seseorang yang dipenuhi Roh akan ditandai oleh sembilan ciri moral yang ia sebut “buah Roh” (Gal 5:22,23), yaitu:
1)      Kasih, sikap yang menggerakkan kita menempatkan Allah dan yang lain lebih dahulu dari kita sendiri; Roh mendorong kita memberi, melayani, dan mengampuni.
2)      Sukacita, roh kesenangan hati yang berakar dalam iman kita diungkapkan melalui nyanyian.
3)      Damai sejahtera, ketenteraman dalam diri yang berasal dari Allah.
4)      Kesabaran, kesabaran untuk lama menderita di tengah-tengah keadaan sulit, dan dalam hubungan kita dengan orang sulit.
5)      Kemurahan, mempraktekkan Aturan Emas memperlakukan orang lain sebagaimana kita mengharapkan mereka memperlakukan kita..
6)      Kebaikan, kelakuan terbuka, jujur, murni, dan dermawan.
7)      Kesetiaan, kita dapat dipercaya dan diandalkan dalam semua hubungan kita.
8)      Kelemahlembutan, kelembutan roh yang memampukan menertibkan orang lain dengan pantas, menanggung penyiksaan dengan ramah, dan bersaksi kepada orang lain dengan peka.
9)      Penguasaan diri, sifat yang memberikan kita pengendalian atas keinginan kita, terutama yang berhubungan dengan tubuh.
Jika Roh Kudus menghasilkan ke sembilan sifat moral ini dalam hidup anda, anda adalah dipenuhi-Roh.
Jika Yesus saja memerlukan tergantung semata-mata pada Roh Kudus dalam hidup dan pelayan-Nya di sini di atas bumi, masakan kita boleh memberikan kurang? Artinya tidak 100% bergantung pada-Nya.

Kesimpulan

Karena Kristus hidup dalam kita sebagai orang percaya, kita bisa bertahan tetap berani dan berpengharapan sampai akhir. Kita bukan diselamatkan karena kita mantap dan teguh dalam iman kita, tetapi keberanian dan harapan kita menyingkapkan bahwa iman kita adalah nyata. Tanpa kesetiaan yang bertahan ini, kita akan mudah terombang ambing diembuskan oleh angin godaan, ajaran sesat, atau penyiksaan.
Dalam banyak tempat, Alkitab mengingatkan kita supaya tidak “mengeraskan” hati kita. Ini artinya dengan keras kepala menempatkan diri kita melawan Allah sehingga kita tak bisa lagi berbalik meminta pengampunan. Orang Israel menjadi keras kepala ketika mereka tidak mematuhi perintah Allah menaklukkan tanah perjanjian. Berhati-hatilah dalam mematuhi Firman Allah, dan jangan biarkan hati anda menjadi keras.
Hati kita akan berpaling dari Allah yang hidup ketika kita dengan keras kepala menolak mempercayai Dia. Jika kita bersikeras dalam ketidakpercayaan kita, Allah akhirnya akan meninggalkan kita sendirian dalam dosa kita. Memang Allah bisa memberi kita hati yang baru, keinginan baru, dan roh baru (Yeh 36:22-27). Kalau, masih bisa bertobat!? Kalau, mau mendengar suara-Nya! Tetapi, bakal sulit (Ibr 6:4-6)! Untuk menghindari mempunyai hati yang tak percaya, tetaplah dalam persekutuan dengan orang-orang percaya lain, bicara tiap hari tentang iman bersama anda, waspada akan tipuan dosa (memang ia menarik, tetapi juga membinasakan), dan saling mendukung dan mendorong satu sama lain dengan kasih dan perhatian (ay. 12,13).
Orang Israel gagal memasuki tanah perjanjian karena mereka tidak percaya akan perlindungan Allah, dan mereka tidak percaya bahwa Allah akan membantu mereka menaklukkan para raksasa negeri itu. Maka Allah mengirim mereka berkelana di padang gurun selama 40 tahun. Ini adalah alternatif tak menggembirakan ketimbang pemberian menakjubkan yang Ia telah rencanakan bagi mereka. Kekurang-percayaan dalam Allah selamanya akan menghindari kita menerima yang terbaik dari pada-Nya.

Penutup & Berdoa

Epilog
“Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhirnya teguh berpegang pada kepercayaan dan pengharapan yang kita megahkan” (Ibr 3:6).
“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab” (Ibr 4:12, 13).
Doa Penutup
“Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau” (Mz 119:11).
IMS

*) OM : Persekutuan Kasih Keluarga Besar Pomparan Ompu ni Mastur

No comments:

Post a Comment